SEBERAPA kuat lagi jiwa menahan?,
ketika kembali hati terseok sembilu diantara kamuflase ketegaran. Perih… Pedih…
Sejurus irama hati mengalunkan nada – nada kepasrahan. Untuk kekuatan yang tak
seberapa di rebahan dahsyatnya cambukan ujian hidup. Bertubi datang tanpa kata
jeda.
Mungkinkah bahagia itu hanya sebuah
fatamorgana yang terpaksa dicipta ‘tuk memacu semangat hidup?, Atas nama apapun
toh kini luka telah tercipta kembali, untuk yang ke sekian kalinya, diawali
dalam rentang waktu yang berbatas dalam keseungguhan tuk lebih mendekat meski
sampai kini masih teramat jauh. Kadang semua yang telah terjalani, yang telah
terfahami, yang telah terlakukan, seolah seperti embun pagi yang berkilau
indah, namun menguap begitu saja oleh perkasa sinar mentari. Jelas beda abadi itu
dengan hal yang hanya sekejap.
Berawal dari pemaknaan apapun… inilah
hidup itu…, inilah kisah itu… inilah dunia dengan kesempurnaan fananya yang
menyentuh sisi dan lini setiap yang berwujud nyata. Menggilir hitam putih yang
tertoreh dalam lembar masa, seiring laju waktu yang seolah mendekte setiap
gerak dalam bilangan detik, menit, jam… , memaksa tentukan pilihan tanpa
penawaran alternatif lain. Diri yang merasa lebih tahu (ataukah sok tahu) pun
berontak dalam kesadaran penuh. Bahwa mendapatkan yang terbaik adalah sebuah
kemutlakan bagi diri yang merasa khairu ummah. Ah… benarkah khairu ummah?.
Apapun kini adanya, inilah kenyataan
itu… bukan retorika dalam baris kalimat berjajar rapi membentuk susunan kaku
sebuah teori. Bukan sekelumit cerita heroik pengantar motivasi. Karena inilah
sepenggal episode dari bongkahan takdir dari yang maha tahu. Inilah sketsa yang
tersuguhkan dari sang pelukis kehidupan yang maha indah, inilah refleksi
kehendakNya yang menyentil kesadaran hati bahwa IA maha berkuasa. Yah.. hati,
pesanggrahan segala niat dan “ruh” segala amal.
Namun… bukanlah untuk yang pertama kali
kesadaran itu menyembul dalam gundah yang merajai?. Meski telah bertekuk
mengakui kelemahan diri dan coba sandarkan segalanya seiring husnudzon.
Inikah hatinya manusia?, inikah saatnya
memohon seperti yang diajarkan Nabi SAW, agar kiranya Allah SWT mengganti
dengan hati yang lain?.Wallahu’alam.
Tidak ada komentar:
Write Komentar