1. Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra
Cinta Ali dan Fatimah luar biasa indah,
terjaga kerahasiaanya dalam sikap, ekspresi, dan kata, hingga akhirnya Allah
menyatukan mereka dalam suatu pernikahan. Konon saking rahasianya, setan saja
tidak tahu menahu soal cinta di antara mereka. Subhanallah.
Ali terpesona pada Fatimah sejak lama,
disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja, dan paras putri kesayangan
Rasulullah Saw. itu. Ia pernah tertohok dua kali saat Abu Bakar dan Umar ibn
Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum siap untuk melakukannya. Namun
kesabarannya berbuah manis,lamaran kedua orang sahabat yang tak diragukan lagi
kesholehannya tersebut ternyata ditolak Rasulullah Saw. Akhirnya Ali
memberanikan diri. Dan ternyata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal
baju besi diterima.
Di sisi lain, Fatimah ternyata telah memendam
cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari
setelah kedua menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Maafkan aku, karena sebelum
menikah denganmu. Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang
pemuda dan aku ingin menikah dengannya”. Ali pun bertanya mengapa ia tetap mau
menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil
tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu”
2. Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz, khalifah termasyhur dalam Bani Umayyah,
suatu kali jatuh cinta pada seorang gadis, namun istrinya, Fatimah binti Abdul
Malik tak pernah mengizinkannya menikah lagi. Suatu saat dikisahkan bahwa Umar
mengalami sakit akibat kelelahan dalam mengatur urusan pemerintahan. Fatimah
pun datang membawa kejutan untuk menghibur suaminya. Ia menghadiahkan gadis
yang telah lama dicintai Umar, begitu pun si gadis mencintai Umar. Namun Umar
malah berkata: “Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Saya benar-benar tidak merubah
diri saya kalau saya kembali kepada dunia perasaan semacam itu,”
Umar memenangkan cinta yang lain, karena
memang ada cinta di atas cinta. Akhirnya ia menikahkan gadis itu dengan pemuda
lain. Tidak ada cinta yang mati di sini. Karena sebelum meninggalkan rumah
Umar, gadis itu bertanya, “Umar, dulu kamu pernah mencintaiku. Tapi kemanakah
cinta itu sekarang?” Umar bergetar haru, tapi ia kemudian menjawab, “Cinta itu
masih tetap ada, bahkan kini rasanya lebih dalam!”
3. Abdurrahman ibn Abu Bakar
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq dan istrinya, Atika, amat
saling mencintai satu sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada
akhirnya meminta Abdurrahman menceraikan istrinya karena takut cinta mereka
berdua melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah
ayahnya, meski cintanya pada sang istri begitu besar.
Namun tentu saja Abdurrahman tak pernah bisa
melupakan istrinya. Berhari-hari ia larut dalam duka meski ia telah berusaha
sebaik mungkin untuk tegar. Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta
indah sepanjang masa:
Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan bernabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya
Akhirnya hati sang ayah pun luluh. Mereka
diizinkan untuk rujuk kembali. Abdurrahman pun membuktikan bahwa cintanya suci
dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di jalan Allah. Terbukti ia syahid
tak berapa lama kemudian.
4. Rasulullah Saw. dan Khadijah binti Khuwailid
Teladan dalam kisah cinta terbaik tentunya datang dari insan
terbaik sepanjang masa: Rasulullah Saw. Cintanya kepada Khadijah tetap abadi
walaupun Khadijah telah meninggal. Alkisah ternyata Rasulullah telah memendam
cintanya pada Khadijah sebelum mereka menikah. Saat sahabat Khadijah, Nafisah
binti Muniyah, menanyakan kesedian Nabi Saw. untuk menikahi Khadijah, maka
Beliau menjawab: “Bagaimana caranya?” Ya, seolah-olah Beliau memang telah
menantikannya sejak lama.
Setahun setelah Khadijah meninggal, ada
seorang wanita shahabiyah yang menemui Rasulullah Saw. Wanita ini bertanya, “Ya
Rasulullah, mengapa engkau tidak menikah? Engkau memiliki 9 keluarga dan harus
menjalankan seruan besar.”
Sambil menangis Rasulullah Saw menjawab,
“Masih adakah orang lain setelah Khadijah?”
Kalau saja Allah tidak memerintahkan Muhammad
Saw untuk menikah, maka pastilah Beliau tidak akan menikah untuk
selama-lamanya. Nabi Muhammad Saw menikah dengan Khadijah layaknya para lelaki.
Sedangkan pernikahan-pernikahan setelah itu hanya karena tuntutan risalah Nabi
Saw, Beliau tidak pernah dapat melupakan istri Beliau ini walaupun setelah 14
tahun Khadijah meninggal.
Masih banyak lagi bukti-bukti cinta dahsyat
nan luar biasa islami Rasulullah Saw. kepada Khadijah. Subhanallah.
5. Rasulullah Saw. dan Aisyah
Jika Rasulullah SAW ditanya siapa istri yang paling dicintainya,
Rasul menjawab, ”Aisyah”. Tapi ketika ditanya tentang cintanya pada Khadijah,
beliau menjawab, “cinta itu Allah karuniakan kepadaku”. Cinta Rasulullah pada
keduanya berbeda, tapi keduanya lahir dari satu yang sama: pesona kematangan.
Pesona Khadijah adalah pesona kematangan jiwa.
Pesona ini melahirkan cinta sejati yang Allah kirimkan kepada jiwa Nabi Saw.
Cinta ini pula yang masih menyertai nama Khadijah tatkala nama tersebut
disebut-sebut setelah Khadijah tiada, sehingga Aisyah cemburu padanya.
Sedangkan Aisyah adalah gabungan dari pesona
kecantikan, kecerdasan, dan kematangan dini. Ummu Salamah berkata, “Rasul tidak
dapat menahan diri jika bertemu dengan Aisyah.”
Banyak kisah-kisah romantis yang menghiasi
kehidupan Nabi Muhammad dan istrinya, Aisyah. Rasul pernah berlomba lari dengan
Aisyah. Rasul pernah bermanja diri kepada Aisyah. Rasul memanggil Aisyah dengan
panggilan kesayangan ‘Humaira’. Rasul pernah disisirkan rambutnya, dan masih
banyak lagi kisah serupa tentang romantika suami-istri.
6. Thalhah ibn ‘Ubaidillah
Berikut ini kutipan kisah Thalhah ibn ‘Ubaidillah.
Satu hari ia berbincang dengan ‘Aisyah, isteri
sang Nabi, yang masih terhitung sepupunya. Rasulullah datang, dan wajah beliau
pias tak suka. Dengan isyarat, beliau Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam meminta
‘Aisyah masuk ke dalam bilik. Wajah Thalhah memerah. Ia undur diri bersama
gumam dalam hati, “Beliau melarangku berbincang dengan ‘Aisyah. Tunggu saja,
jika beliau telah diwafatkan Allah, takkan kubiarkan orang lain mendahuluiku
melamar ‘Aisyah.”
Satu saat dibisikannya maksud itu pada seorang
kawan, “Ya, akan kunikahi ‘Aisyah jika Nabi telah wafat.”
Gumam hati dan ucapan Thalhah disambut wahyu.
Allah menurunkan firmanNya kepada Sang Nabi dalam ayat kelimapuluhtiga surat Al
Ahzab, “Dan apabila kalian meminta suatu hajat kepada isteri Nabi itu, maka
mintalah pada mereka dari balik hijab. Demikian itu lebih suci bagi hati kalian
dan hati mereka. Kalian tiada boleh menyakiti Rasulullah dan tidak boleh
menikahi isteri-isterinya sesudah wafatnya selama-lamanya.”
Ketika ayat itu dibacakan padanya, Thalhah
menangis. Ia lalu memerdekakan budaknya, menyumbangkan kesepuluh untanya untuk
jalan Allah, dan menunaikan haji dengan berjalan kaki sebagai taubat dari
ucapannya. Kelak, tetap dengan penuh cinta dinamainya putri kecil yang
disayanginya dengan asma ‘Aisyah. ‘Aisyah binti Thalhah. Wanita jelita yang
kelak menjadi permata zamannya dengan kecantikan, kecerdasan, dan
kecemerlangannya. Persis seperti ‘Aisyah binti Abi Bakr yang pernah dicintai
Thalhah.
7. Kisah cinta yang membawa surga
Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari
Ishaq bin Ibrahim dari Raja’ bin Amr An-Nakha’i, ia berkata, “Adalah di Kufah,
terdapat pemuda tampan, dia sangat rajin dan taat. Suatu waktu dia berkunjung
ke kampung dari Bani An-Nakha’.
Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka
sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata cintanya pada si wanita
cantik tak bertepuk sebelah tangan.
Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu
mengutus seseorang untuk melamar gadis tersebut. Tetapi si ayah mengabarkan
bahwa putrinya telah dojodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya
tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat
seseorang untuk si pemuda, bunyinya, ‘Aku telah tahu betapa besar cintamu
kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku
akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang
menemuiku di rumahku.’
Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang
suruhannya, ‘Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu, sesungguhnya aku
merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku
pada hari yang besar. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya
dan tidak pernah padam kobaranya.’
Ketika disampaikan pesan tadi kepada si
wanita, dia berkata, “Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah?
Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertaqwa kepada Allah
dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu.” Kemudian dia
meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta
mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi, dia masih menyimpan
perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus karena menahan
rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan pemuda itu
seringkali berziarah ke kuburnya, Dia menangis dan mendo’akanya. Suatu waktu
dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan
penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya, “Bagaimana
keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?”
Dia menjawab, “Sebaik-baik cinta wahai orang
yang bertanya, adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat mengiring menuju
kebaikan.”
Pemuda itu bertanya, “Jika demikian, kemanakah
kau menuju?” Dia jawab, “Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang
tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah
rusak.”
Pemuda itu berkata, “Aku harap kau selalu
ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu.” Dia jawab,
“Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan
Tuhanmu (Allah SWT) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam
hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah.”
Si pemuda bertanya, “Kapan aku bisa
melihatmu?” Jawab si wanita: “Tak lama lagi kau akan datang melihat kami.”
Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju
kehadiratNya, meninggal dunia.
8. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah
Ummu Sulaim merupakan janda dari Malik bin Nadhir. Abu Thalhah
yang memendam rasa cinta dan kagum akhirnya memutuskan untuk menikahi Ummu
Sulaim tanpa banyak pertimbangan. Namun di luar dugaan, jawaban Ummu Sulaim
membuat lidahnya menjadi kelu dan rasa kecewanya begitu menyesakkan dada, meski
Ummu Sulaim berkata dengan sopan dan rasa hormat,
“Sesungguhnya saya tidak pantas menolak orang
yang seperti engkau, wahai Abu Thalhah. Hanya sayang engkau seorang kafir dan
saya seorang muslimah. Maka tak pantas bagiku menikah denganmu. Coba Anda tebak
apa keinginan saya?”
“Engkau menginginkan dinar dan kenikmatan,”
kata Abu Thalhah.
“Sedikitpun saya tidak menginginkan dinar dan
kenikmatan. Yang saya inginkan hanya engkau segera memeluk agama Islam,” tukas
Ummu Sualim tandas.
“Tetapi saya tidak mengerti siapa yang akan
menjadi pembimbingku?” tanya Abu Thalhah.
“Tentu saja pembimbingmu adalah Rasululah
sendiri,” tegas Ummu Sulaim.
Maka Abu Thalhah pun bergegas pergi menjumpai
Rasulullah Saw. yang mana saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya.
Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah Saw. berseru, “Abu Thalhah telah
datang kepada kalian, dan cahaya Islam tampak pada kedua bola matanya.”
Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa
mengharukan relung-relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi
dengan keislamannya tanpa sedikitpun tegiur oleh kenikmatan yang dia janjikan.
Wanita mana lagi yang lebih pantas menjadi istri dan ibu asuh anak-anaknya
selain Ummu Sulaim? Hingga tanpa terasa di hadapan Rasulullah Saw. lisan Abu
Thalhah basah mengulang-ulang kalimat, “Saya mengikuti ajaran Anda, wahai
Rasulullah. Saya bersaksi, bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali
Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya.”
Menikahlah Ummu Sulaim dengan Abu Thalhah,
sedangkan maharnya adalah keislaman suaminya. Hingga Tsabit –seorang perawi
hadits- meriwayatkan dari Anas, “Sama sekali aku belum pernah mendengar seorang
wanita yang maharnya lebih mulia dari Ummu Sulaim, yaitu keislaman suaminya.”
Selanjutnya mereka menjalani kehidupan rumah tangga yang damai dan sejahtera
dalam naungan cahaya Islam.
9. Kisah seorang pemuda yang menemukan apel
Alkisah ada seorang pemuda yang ingin pergi menuntut ilmu.
Dictengah perjalanan dia haus dan singgah sebentar di sungai yang airnya
jernih. dia langsung mengambil air dan meminumnya. tak berapa lama kemudian dia
melihat ada sebuah apel yang terbawa arus sungai, dia pun mengambilnya dan
segera memakannya. setelah dia memakan segigit apel itu dia segera berkata
“Astagfirullah”
Dia merasa bersalah karena telah memakan apel
milik orang lain tanpa meminta izin terlebih dahulu. “Apel ini pasti punya
pemiliknya, lancang sekali aku sudah memakannya. Aku harus menemui pemiliknya
dan menebus apel ini”.
Akhirnya dia menunda perjalanannya menuntut
ilmu dan pergi menemui sang pemilik apel dengan menyusuri bantaran sungai untuk
sampai kerumah pemilik apel. Tak lama kemudian dia sudah sampai ke rumah
pemilik apel. Dia melihat kebun apel yang apelnya tumbuh dengan lebat.
“Assalamualaikum….”
“Waalaikumsalam wr.wb.”. Jawab seorang lelaki
tua dari dalam rumahnya.
Pemuda itu dipersilahkan duduk dan dia pun
langsung mengatakan segala sesuatunya tanpa ada yang ditambahi dan dikurangi.
Bahwa dia telah lancang memakan apel yang terbawa arus sungai.
“Berapa harus kutebus harga apel ini agar kau
ridha apel ini aku makan pak tua”. tanya pemuda itu.
Lalu pak tua itu menjawab. “Tak usah kau bayar
apel itu, tapi kau harus bekerja di kebunku selama 3 tahun tanpa dibayar,
apakah kau mau?”
Pemuda itu tampak berfikir, karena untuk
segigit apel dia harus membayar dengan bekerja di rumah bapak itu selama tiga
tahun dan itupun tanpa digaji, tapi hanya itu satu-satunya pilihan yang harus
diambilnya agar bapak itu ridha apelnya ia makan.”Baiklah pak, saya mau.”
Alhasil pemuda itu bekerja di kebun sang
pemilik apel tanpa dibayar. Hari berganti hari, minggu, bulan dan tahun pun
berlalu. Tak terasa sudah tiga tahun dia bekerja dikebun itu. Dan hari terakhir
dia ingin pamit kepada pemilik kebun.
“Pak tua, sekarang waktuku bekerja di tempatmu
sudah berakhir, apakah sekarang kau ridha kalau apelmu sudah aku makan?”
Pak tua itu diam sejenak. “Belum.”
Pemuda itu terhenyak. “Kenapa pak tua,
bukankah aku sudah bekerja selama tiga tahun di kebunmu.”
“Ya, tapi aku tetap tidak ridha jika kau belum
melakukan satu permintaanku lagi.”
“Apa itu pak tua?”
“Kau harus menikahi putriku, apakah kau mau?”
“Ya, aku mau.” jawab pemuda itu.
Bapak tua itu mengatakan lebih lanjut. “Tapi,
putriku buta, tuli, bisu dan lumpuh, apakah kau mau?”
Pemuda itu tampak berfikir, bagaimana
tidak…dia akan menikahi gadis yang tidak pernah dikenalnya dan gadis itu cacat,
dia buta, tuli, dan lumpuh. Bagaimana dia bisa berkomunikasi nantinya? Tapi
diap un ingat kembali dengan segigit apel yang telah dimakannya. Dan dia pun
menyetujui untuk menikah dengan anak pemilik kebun apel itu untuk mencari ridha
atas apel yang sudah dimakannya.
“Baiklah pak, aku mau.”
Segera pernikahan pun dilaksanakan. Setelah
ijab kabul sang pemuda itupun masuk kamar pengantin. Dia mengucapkan salam dan
betapa kagetnya dia ketika dia mendengar salamnya dibalas dari dalam kamarnya.
Seketika itupun dia berlari mencari sang bapak pemilik apel yang sudah menjadi
mertuanya.
“Ayahanda…siapakah wanita yang ada didalam
kamar pengantinku? Kenapa aku tidak menemukan istriku?”
Pak tua itu tersenyum dan menjawab. “Masuklah
nak, itu kamarmu dan yang di dalam sana adalah istimu.”
Pemuda itu tampak bingung. “Tapi ayahanda,
bukankah istriku buta, tuli tapi kenapa dia bisa mendengar salamku?
Bukankah dia bisu tapi kenapa dia bisa
menjawab salamku?”
Pak tua itu tersenyum lagi dan menjelaskan.
“Ya, memang dia buta, buta dari segala hal yang dilarang Allah. Dia tuli, tuli
dari hal-hal yang tidak pantas didengarnya dan dilarang Allah. Dia memang bisu,
bisu dari hal yang sifatnya sia-sia dan dilarang Allah, dan dia lumpuh, karena
tidak bisa berjalan ke tempat-tempat yang maksiat.”
Pemuda itu hanya terdiam dan mengucap lirih:
“Subhanallah…..”
Dan merekapun hidup berbahagia dengan cinta
dari Allah.
10. Zulaikha dan Yusuf As.
Cinta Zulaikha kepada Yusuf As. konon begitu dalam hingga
Zulaikha takut cintanya kepada Yusuf merusak cintanya kepada Allah Swt. Berikut
sedikit ulasan tentang cinta mereka
Zulaikha adalah seorang puteri raja sebuah
kerajaan di barat (Maghrib) negeri Mesir. Beliau seorang puteri yang cantik
menarik. Beliau bermimpi bertemu seorang pemuda yang menarik rupa parasnya
dengan peribadi yang amanah dan mulia. Zulaikha pun jatuh hati padanya.
Kemudian beliau bermimpi lagi bertemu dengannya tetapi tidak tahu namanya.
Kali berikutnya beliau bermimpi lagi, lelaki
tersebut memperkenalkannya sebagai Wazir kerajaan Mesir. Kecintaan dan kasih
sayang Zulaikha kepada pemuda tersebut terus berputik menjadi rindu dan rawan
sehingga beliau menolak semua pinangan putera raja yang lain. Setelah bapanya
mengetahui isihati puterinya, bapanya pun mengatur risikan ke negeri Mesir
sehingga mengasilkan majlis pernikahan dengan Wazir negri Mesir.
Memandang Wazir tersebut atau al Aziz bagi
kali pertama, hancur luluh dan kecewalah hati Zulaikha. Hatinya hampa dan amat
terkejut, bukan wajah tersebut yang beliau temui di dalam mimpi dahulu.
Bagaimanapun ada suara ghaib berbisik padanya: “Benar, ini bukan pujaan hati
kamu. Tetapi hasrat kamu kepada kekasih kamu yang sebenarnya akan tercapai
melaluinya. Janganlah kamu takut kepadanya. Mutiara kehormatan engkau sebagai
perawan selamat bersama-sama dengannya.”
Perlu diingat sejarah Mesir menyebut, Wazir
diraja Mesir tersebut adalah seorang kasi, yang dikehendaki berkhidmat sepenuh
masa kepada baginda raja. Oleh yang demikian Zulaikha terus bertekat untuk
terus taat kepada suaminya kerana ia percaya ia selamat bersamnya.
Demikian masa berlalu, sehingga suatu hari
al-Aziz membawa pulang Yusuf a.s. yang dibelinya di pasar. Sekali lagi Zulaikha
terkejut besar, itulah Yusuf a.s yang dikenalinya didalam mimpi. Tampan,
menarik dan menawan.
Sabda Nabi Saw. yang diriwayatkan oleh Hammad
dari Tsabit bin Anas memperjelasnya: “Yusuf dan ibunya telah diberi oleh Allah
separuh kecantikan dunia.”
Kisah Zulaikha dan Yusuf direkam di dalam Al
Quran pada Surah Yusuf ayat 21 sampai 36 dan ayat 51. Selepas ayat tersebut Al
Quran tidak menceritakan kelanjutan hubungan Zulaikha dengan Yusuf a.s. Namun
Ibn Katsir di dalam Tafsir Surah Yusuf memetik bahwa Muhammad bin Ishak berkata
bahawa kedudukan yang diberikan kepada Yusuf a.s oleh raja Mesir adalah
kedudukan yang dulunya dimiliki oleh suami Zulaikha yang telah dipecat. Juga
disebut-sebut bahwa Yusuf telah beristrikan Zulaikha sesudah suaminya meninggal
dunia, dan diceritakan bahwa pada suatu ketika berkatalah Yusuf kepada Zulaikha
setelah ia menjadi isterinya, “Tidakkah keadaan dan hubungan kita se¬karang ini
lebih baik dari apa yang pernah engkau inginkan?”
Zulaikha menjawab, “Janganlah engkau
menyalahkan aku, hai kekasihku, aku sebagai wanita yang cantik, muda belia
bersuamikan seorang pemuda yang berketerampilan dingin, menemuimu sebagai
pemuda yang tampan, gagah perkasa bertubuh indah, apakah salah bila aku jatuh
cinta kepadamu dan lupa akan kedudukanku sebagai wanita yang bersuami?”
Dikisahkan bahwa Yusuf menikahi Zulaikha dalam
keadaan gadis (perawan) dan dari perkawinan itu memperoleh dua orang putra:
Ifraitsim bin Yusuf dan Misya bin Yusuf.
Source :
2. Buku-buku Salim A Fillah
3. http://aburedza.wordpress.com/2009/06/25/371/
4. http://canzie.multiply.com/journal/item/17
5. http://planetaqidah.blogspot.com/2010/07/janji-bertemu-di-surga.html
6. http://abuthalhah.wordpress.com/2011/03/02/thalhah-sebuah-kenangan-atas-cinta/
Tidak ada komentar:
Write Komentar